Monday, December 3, 2007

MAKNA MODERNITAS DAN TANTANGANNYA TERHADAP IMANomp

MAKNA MODERNITAS DAN TANTANGANNYA TERHADAP IMAN (1/2)

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Pengertian modernitas berasal dari perkataan "modern"; dan
makna umum dari perkataan modern adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan kehidupan masa kini. Lawan dari modern
adalah kuno, yaitu segala sesuatu yang bersangkutan dengan
masa lampau. Jadi modernitas adalah pandangan yang dianut
untuk menghadapi masa kini. Selain bersifat pandangan,
modernitas juga merupakan sikap hidup. Yaitu sikap hidup yang
dianut dalam menghadapi kehidupan masa kini. Kalau kita
berbicara tentang masa kini, maka yang dimaksudkan adalah
waktu sekarang dan masa depan.

Pengertian modernitas, yaitu pandangan dan sikap hidup yang
bersangkutan dengan kehidupan masa kini, banyak dipengaruhi
oleh peradaban modern. Sedangkan yang dimaksudkan dengan
peradaban modern adalah peradaban yang terbentuk mula-mula di
Eropa Barat, kemudian menyebar di seluruh dunia Barat. Dengan
begitu dapat pula dinamakan peradaban Barat. Peradaban Barat
mempunyai dampak besar terhadap modernitas, oleh karena
peradaban Barat pada masa kini merupakan peradaban yang
dominan di sana. Sebagaimana dalam periode antara abad ke-6
hingga abad ke-16, peradaban Islam mempunyai pengaruh yang
besar kepada kehidupan umat manusia di sekitar Laut Tengah,
dan kemudian meninggalkan dampaknya kepada pembentukkan
peradaban Barat, demikian pula di masa kini, seluruh kehidupan
umat manusia tidak dapat lepas dari pengaruh peradaban Barat
yang secara agresif dan dinamis memasuki seluruh pelosok
dunia. Sebab itu, untuk mengenal dan mengembangkan modernitas
tidak mungkin tanpa mengenal unsur-unsur utama peradaban
Barat.

Yang dimaksudkan peradaban modern adalah peradaban Barat yang
terbentuk setelah bangsa-bangsa Eropa melampaui masa Abad
Pertengahan. Perkataan "modern" di sini adalah "Eropa centris"
atau "Barat centris" karena sepenuhnya bersangkutan dengan
kehidupan bangsa-bangsa di Eropa bahkan di Eropa Barat. Bangsa
Eropa membagi sejarahnya dalam periode Zaman Kuno yang
berlangsung dari permulaan hingga kurang lebih abad ke-5, Abad
Pertengahan antara abad ke-5 hingga abad ke-16 dan Zaman
Modern dari abad ke-16 hingga masa kini. Peradaban modern
adalah peradaban Barat yang terbentuk pada Zaman Modern itu.
Oleh karena itu sejak abad ke-16 dunia Barat berhasil
melebarkan sayapnya ke seluruh dunia dan pada abad ke-20
berada pada zenith kemampuannya, maka pengaruh atau dampak
peradaban modern itu terasa dimana-mana di dunia, baik dalam
arti positif maupun negatif.

Peradaban modern itu terbentuk pada abad ke-16 melalui satu
perubahan yang penting di Eropa Barat yang dinamakan
Renaisanse yang berarti kelahiran kembali. Yaitu kelahiran
kembali hasil-hasil budaya Yunani dan Romawi. Dalam Abad
Pertengahan hasil budaya Yunani dan Romawi telah diabaikan di
Eropa. Gerakan yang bernama Humanisme kemudian diungkapkan
kembali pemikiran yang telah dikembangkan di Yunani Lama,
seperti pikiran Aristoteles, Plato, dll. Pengungkapan kembali
pikiran Yunani dan Romawi itu dimungkinkan oleh persentuhan
Eropa Barat dengan budaya Islam yang dalam Abad Pertengahan
justru sedang berkembang dengan megah dan memasuki Eropa Barat
melalui Spanyol. Humanisme dan Renaissanse itulah yang menjadi
sumber utama terbentuknya peradaban Barat modern.

Persentuhannya dengan peradaban Islam, pengungkapan kembali
pikiran Yunani dan Romawi, ini semua menimbulkan di Eropa
Barat perkembangan dari fungsi Ratio dalam pandangan hidup.
Ilmu pengetahuan memperoleh dukungan kuat untuk maju. Demikian
pula terjadi pemikiran baru tentang tempat tinggal manusia
dalam kehidupan serta tempat bumi dalam alam semesta.
Perkembangan dalam pemikiran itu merupakan perubahan besar
dalam kehidupan waktu itu. Dan karena pemikiran yang berlaku
pada waktu itu bersumber kepada gereja Katholik yang berkuasa
di Eropa, maka terjadi pertentangan antara mereka yang
mengembangkan pemikiran baru itu dengan gereja yang berkuasa.
Gereja tidak menghendaki bahwa orang mengadakan penelitian
terhadap alam dan kehidupan dan mewajibkan semua orang
menerima semua ajaran tanpa pendalaman. Sedangkan orang-orang
yang tergerak untuk mendalami kehidupan dan alam semesta
menggunakan ratio dan eksperimen bukan untuk menolak ajaran
Katholik, melainkan tidak puas hanya menerima segala sesuatu
begitu saja. Salah satu contoh adalah Nicolaus Copernicus
menerima hukuman gereja yang waktu itu tersohor dengan
Inquisisi-nya.

Tapi orang-orang yang mengejar ilmu pengetahuan dengan
menggunakan ratio tidak dapat dibendung oleh gereja Katholik.
Dan ilmu pengetahuan makin berkembang di Eropa Barat di bidang
matematika, fisika, astronomi, kimia, dan lain-lain. Melalui
orang-orang seperti Galileo Galilei, Desidarius Erasmus, dan
lain-lain. Pada abad ke-18, Eropa telah menjadi pusat
perkembangan ilmu pengetahuan dunia dan telah menggantikan
peranan peradaban Islam yang pada abad ke-16 mengalami masa
surutnya.

Bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terjadi
gerakan untuk melebarkan sayap jauh keluar Eropa. Tadinya
orang Eropa memperoleh rempah-rempah dari Asia, termasuk
Indonesia dengan perantaraan pedagang Arab dan Timur Tengah
pada umumnya. Rupanya pedagang Eropa tergerak untuk berpikir
rasional dan mengembangkan tekad untuk pergi sendiri ke sumber
rempah-rempah. Kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya bidang
astronomi yang telah menemukan bahwa bumi itu bulat, mendorong
mereka untuk pergi mengarungi lautan ke tanah-tanah yang belum
dikenal. Dan tekad dan keberanian pada penemuan baru itu
memberikan buah yang bukan main besarnya kepada mereka. Tidak
saja mereka dapat sampai ke tanah sumber rempah-rempah di
Asia, mereka bahkan dapat menemukan satu tanah yang kaya
sakali, yaitu Amerika. Maka sejak abad ke-16 bangsa Eropa
semakin kaya. Kekayaan itu dihubungkan dengan cara berpikir
rasional, menimbulkan pandangan yang mementingkan benda atau
materi. Apalagi ketika ilmu pengetahuan dapat mendorong
berkembangnya teknologi yang semakin maju. Maka terjadilah
Revolusi Industri di Eropa Barat yang merubah produksi dari
produksi rumah ke pabrik, dan dari produksi perorangan ke
produksi massal. Produksi pabrik yang bersifat massal
memerlukan bahan mentah yang lebih banyak dari tadinya.
Sebaliknya juga menghendaki pasar yang jauh lebih luas. Maka
bangsa-bangsa di Eropa merebut kekuasaan bangsa-bangsa di
dunia untuk memenuhi keperluan itu. Terjadilah imperialisme
dan kolonialisme.

Sebagai akibat dari cara berpikir rasional, maka terjadi
dorongan untuk merubah posisi suatu individu dari masyarakat.
Tadinya individu hanyalah suatu unsur masyarakat tanpa arti
tersendiri. Pemikiran rasional menuntut pembebasan diri dari
kukungan masyarakat itu. Kemudian bahkan memberikan individu
sebagai nilai tertinggi dalam masyarakat itu. Orang
berpendapat bahwa hanya dengan individu yang memiliki
kebebasan penuh akan terciptalah kemajuan. Lahirlah apa yang
dinamakan individualisme. Bersamaan dengan itu, timbulah
pemikiran bahwa seluruh orang di dunia adalah sama dan
bersaudara. Ini mendorong terjadinya Revolusi Prancis dengan
semboyannya Liberte, Egalite, Fraternite, atau Kebebasan,
Persamaan, Persaudaraan. Inilah yang menjadi permulaan dari
liberalisme atau dalam bahasa Prancis dikatakan laissez faire,
laissez passer. Individualisme dan liberalisme menghasilkan
kapitalisme.

Peradaban yang modern menghasilkan kehidupan baru yang maju
berkat ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi di pihak lain
juga mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan yang besar.
Kapitalisme menimbulkan kesengsaraan bagi para buruh dan
petani, sedangkan imperialisme dan kolonialisme menyebabkan
penderitaan yang parah sekali bagi bangsa-bangsa Asia dan
Afrika. Karena itu terjadi reaksi terhadap kapitalisme berupa
komunisme yang juga didasarkan materialisme dan yang kemudian
menyebabkan Revolusi Komunis di Rusia. Reaksi yang tidak
se-ekstrim komunisme adalah sosialisme yang memperjuangkan
kehidupan yang lebih baik bagi kaum buruh dan petani.
Imperialisme dan kolonialisme mengakibatkan persaingan dan
pertentangan antara bangsa-bangsa Eropa sendiri, dan
menimbulkan perang besar. Yaitu perang dunia ke-1 dan ke-2.
Rasionalisme dan individualisme juga menimbulkan keangkuhan
manusia yang berlebihan. Berdasarkan materialisme dikatakan
bahwa Tuhan itu hanya hasil dari otak manusia; dengan kata
lain orang tidak percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa.

Di pihak lain harus dikatakan pula bahwa semua itu memperoleh
koreksinya dari dinamika peradaban itu sendiri. Kapitalisme
mulai menyadari bahwa untuk memperoleh usaha yang kontinyu dan
menguntungkan harus ada pendekatan yang berbeda terhadap kaum
buruh dan petani. Kaum buruh dan petani kemudian memperoleh
hasil yang lebih besar dari hasil produksi, sehingga tercipta
masyarakat Barat yang makmur (the affluent society). Disamping
kemajuan ekonomi untuk rakyat banyak, juga terjadi kehidupan
politik yang memungkinkan partisipasi masyarakat luas.
Mula-mula baru dalam bentuk monarki konstitusional, kemudian
berkembang ke monarki parlementer dan akhirnya ke sistim
parlementer di mana raja tidak lagi berkuasa dan hanya
dijadikan simbol. Atau rakyat berhasil meniadakan kerajaan dan
membentuk republik. Justru yang kurang memberikan kesempatan
kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam politik adalah pihak
komunis yang tadinya bersemboyan untuk mengalahkan kapitalisme
untuk menciptakan kehidupan rakyat yang lebih baik. Harus
diakui bahwa belum pernah dalam sejarah umat manusia terjadi
kesejahteraan ekonomi dan politik yang dialami oleh rakyat
banyak seperti yang terwujud di dunia Barat dewasa ini.
Imperialisme dan kolonialisme juga sudah lenyap. Karena
negara-negara Barat sendiri berperang satu sama lain dalam dua
perang dunia besar, maka tercipta kesempatan untuk
rakyat-rakyat yang menjadi jajahan untuk melepaskan diri dari
kungkungan dan kekuasaan Barat. Meskipun dunia Barat dengan
berat harus menerima keadaan baru itu, namun mereka tidak lagi
mempunyai cukup kemampuan untuk menguasai kembali bakas
jajahannya. Meskipun rasionalisme masih tetap kuat dalam
peradaban Barat dan merupakan sumber perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tiada hentinya, namun di
kalangan Barat sendiri mulai ada kekuatan yang lebih
komprehesif-integral. Makin banyak orang menanyakan kebenaran
dari dominasi rasio dan lebih menginginkan kehidupan yang
utuh. Perhatian terhadap kehidupan religius makin bertambah
dan materialisme makin didesak oleh nilai-nilai yang
transcedental. Bahkan di Uni Soviet yang secara resmi melawan
ajaran agama dan menyebarkan atheisme, terdapat perkembangan
minat terhadap agama dan memaksa pemerintah untuk mengeluarkan
peraturan-peraturan pemerintah untuk melawannya. Meskipun
individualisme masih tetap merupakan tiang peradaban Barat,
namun secara diam-diam toh terjadi juga perubahan yang
memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada kolektivisme
atau sekurang-kurangnya dalam bentuk sikap kebersamaan. Yang
jelas sekali nampak adalah perkembangan manajemen, oleh karena
tanpa perubahan itu, di dunia usaha Barat akan mengalami
kesulitan besar menghadapi bisnis Jepang yang manajemennya
berhasil menimbulkan partisipasi tenaga manusia secara
produktif sekali. Melalui pendekatan yang bertitik berat
kebersamaan.

Tetapi nampaknya peradaban Barat telah berada di saat
zenithnya. Justru akomodasi yang telah dilakukan untuk
mengatasi kelemahan dan kekurangannya menandakan bahwa ia
mulai berkurang vitalitas dan energinya. Orang Barat sudah
mulai bicara tentang transformasi kehidupan, dengan kesediaan
untuk lebih mengadaptasi nilai-nilai yang terdapat dalam
kebudayaan bangsa-bangsa Asia atau dunia Timur. Meskipun
demikian pengaruh dan dampak dari peradaban Barat tidak dapat
ditolak oleh siapa saja, mengingat dinamika dan agressivitas
yang telah dikembangkan sejak abad ke-16 itu. Kalau nanti
peradaban Barat akan surut, seperti juga di masa lampau
peradaban Yunani, peradaban Romawi, pun peradaban Islam surut
setelah mengalami masa keemasan, dan kalaupun akan tumbuh
peradaban baru di dunia ini, namun dapat diperkirakan bahwa
dalam peradaban baru itu akan terdapat titik-titik kuat dari
peradaban Barat. Sebagaimana juga dalam peradaban Barat
terdapat unsur-unsur yang merupakan pengaruh peradaban Islam,
Yunani, dan Romawi. Karena itu makna modernitas yang mungkin
tidak sama untuk setiap bangsa di dunia karena dipengaruhi
oleh nilai budaya masing-masing, namun tidak dapat dihindarkan
bahwa dalam modernitas itu terdapat unsur-unsur yang merupakan
pengaruh dari peradaban Barat.

MODERNITAS DAN PANCASILA

Modernitas untuk bangsa Indonesia adalah pandangan oleh sikap
hidup yang dikembangkan untuk menghadapi kehidupan masa kini.
Karena bangsa Indonesia telah menerima Pancasila sebagai
ideologi dan falsafah kehidupannya, dan juga sebagai
satu-satunya azas dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat, maka modernitas untuk bangsa kita tidak lepas
dari Pancasila.

Hakikatnya Pancasila merupakan satu pandangan yang modern.
Memang nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan
sosial bagi seluruh bangsa Indonesia, semua mempunyai akar
dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Namun
belum pernah dalam sejarah Indonesia ada kehidupan bangsa kita
berbentuk negara yang dilandasi dan dikembangkan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Baru dalam Negara Republik
Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945
mempunyai dasar landasan Pancasila secara utuh. Itu berarti
bahwa bangsa kita mempunyai keyakinan akan dapat menghadapi
kehidupan masa kini dan masa yang akan datang dengan
sebaik-baiknya apabila menggunakan Pancasila sebagai
landasannya. Itu berarti bahwa Pancasila merupakan pandangan
atau Weltanschauung yang modern.

Tetapi seperti telah dikatakan, tidak ada bangsa di dunia yang
dapat menghindari pengaruh dan dampak peradaban Barat yang
begitu dinamis dan agresif. Apabila kita yang merupakan bekas
jajahan salah satu bangsa Barat, tentu telah memperoleh dampak
dan pengaruh dari budaya Barat tersebut, baik yang positif
maupun yang negatif. Oleh karena kita hendak mengembangkan
Pancasila sebagai dasar negara kita, maka kita harus pandai
dan arif dalam menghadapi pengaruh dan dampak peradaban itu.
Selain itu Republik Indonesia tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan yang penuh dengan peradaban Barat atau pun
pengaruhnya. Untuk dapat tumbuh dengan selamat dan subur, maka
Pancasila harus mempunyai kemampuan untuk hidup dalam
lingkungan demikian tanpa kehilangan dirinya di satu pihak,
tetapi juga kuat menghadapi pihak lain.

Pancasila sebagai pandangan modern tentu juga merupakan
pandangan yang terbuka. Tetapi justru karena keterbukaannya
itu akan dapat mengembangkan vitalitas dan energi yang
berhubungan dengan dunia luar, khususnya dunia Barat. Tentu
keterbukaan itu tidak berarti bahwa jiwanya sendiri
dikesampingkan atau dikorbankan. Sebab justru keterbukaan yang
bermaksud untuk memupuk vitalitas dan energi lebih besar
mempunyai tujuan untuk mengamankan jiwa sendiri. Dalam
hubungan dengan peradaban Barat itu dapat diambil unsur-unsur
mana yang dapat memperkuat kehidupan bangsa, dan sebaliknya
diperhatikan unsur-unsur mana yang dalam peradaban Barat harus
ditinggalkan karena merugikan kita sendiri.
Kita telah melihat bahwa sumber peradaban Barat adalah rasio
yang menonjol. Dengan rasio yang kuat itu dapat dikembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian menjadi sarana
untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera untuk rakyat
banyak. Melalui rasio juga telah dikembangkan nilai
kemanusiaan sehingga rakyat dapat memperoleh kedaulatan.
Tetapi kita juga melihat bahwa kalau rasio terlalu berlebihan
dikembangkan dan ditonjolkan maka akan terjadi kelemahan dan
kekurangan yang merugikan. Baik berupa atheisme,
individualisme, kapitalisme, maupun imperialisme dan
kolonialisme.

Untuk memberikan ukuran apakah Pancasila telah berhasil, maka
harus tercipta masyarakat yang adil dan makmur, lahir batin,
di Indonesia. Itu berarti bahwa kita perlu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan luas dan mendalam, karena
hanya itu yang merupakan jaminan bagi kesejahteraan rakyat.
Itu berarti bahwa kita juga harus mengembangkan penggunaan
rasio dalam kehidupan kita, karena tanpa itu tak mungkin ada
kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun
pengembangan penggunaan rasio tidak boleh berlebihan sehingga
menimbulkan segi-segi negatif yang telah terjadi di dunia
Barat. Sebab itu akan bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila. Pengembangan dalam penggunaan rasio tidak boleh
menimbulkan ateisme, oleh karena itu jelas bertentangan dengan
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Peningkatan penggunaan rasio
penting untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam kalangan rakyat banyak dan dengan itu meningkatkan pula
harkat dan derajat manusia, hal mana sesuai dengan prinsip
Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Akan tetapi tidak boleh mengakibatkan individualisme dan
liberalisme yang bertentangan dengan semangat gotong-royong
dan musyawarah mufakat yang terkandung dalam Pancasila.
Penggunaan rasio perlu membentuk pandangan yang menghargai
benda atau materi, tapi tidak boleh menimbulkan materialisme.
Dan jelas tidak boleh berakibat timbulnya faham kapitalisme
dan dominasi terhadap pihak lain.

Jadi pengembangan rasio diperlukan sekali, tetapi tidak boleh
berlebihan. Untuk menjaga agar tidak berlebihan itu diperlukan
harmoni antara rasio dan rasa. Itu berarti bahwa seni, agama,
dan kegiatan lain yang memperhalus rasa perlu diusahakan dalam
modernitas Pancasila.

Karena kita menghendaki modernitas untuk meluhurkan kehidupan
bangsa dan Pancasila sendiri adalah pandangan yang modern,
maka aspek-aspek kehidupan bangsa yang tidak cocok lagi dengan
keperluan serta tuntutan masa kini harus dapat ditinggalkan.
Mungkin saja aspek-aspek itu mempunyai fungsi yang berguna
atau bahkan penting bagi kehidupan bangsa di masa lampau. Akan
tetapi itu tidak dengan sendirinya berlaku untuk masa kini dan
masa depan. Bahkan ada yang tadinya bersifat berguna, tetapi
sekarang malah bersifat merugikan. Contoh yang baik adalah
aspek feodal dalam kehidupan bangsa; di masa lalu aspek itu
berguna dalam hal kepimpinan dalam masyarakat Indonesia,
mengingat kondisi sosial bangsa Indonesia. Tapi sekarang kalau
aspek feodal dilanjutkan, maka itu justru merugikan dalam
perkembangan bangsa dalam berbagai hal. Karena itu hal-hal
yang tidak berguna lagi atau bahkan merugikan, seperti aspek
feodal, harus dapat diidentifikasikan dengan cermat dan
kemudian ditinggalkan. Bagaikan benda-benda kuno yang
dimasukkan di museum.

Sebaliknya modernitas menuntut agar kita dapat mengembangkan
kemampuan dan kebiasann baru yang diperlukan sekali untuk
menjamin kehidupan bangsa, karena tadinya belum ada atau belum
cukup berkembang. Sebab tanpa kemampuan dan kebiasaan itu
bangsa kita tidak akan mampu untuk menghadapi dunia di
sekeliling kita tidak dapat menghasilkan kesejahteraan
lahir-bathin yang kita inginkan.

Contoh yang baik tentang itu adalah perlunya kemampuan untuk
mengembangkan sikap, dengan komitmen penuh kepada segala hal
yang kita kerjakan, sehingga melahirkan kesungguh-sungguhan
niat untuk senantiasa menghasilkan hal yang paling baik. Pada
waktu ini umumnya orang Indonesia cukup kuat dengan hasil
seadanya dan asal jadi. Kita perlukan kebiasaan baru seperti
umpamanya hidup berdisiplin, tahu waktu, hidup hemat dan
cermat. Ini semua merupakan hal yang belum menjadi kebiasaan
untuk rata-rata orang Indonesia. Bahkan ada bahaya bahwa
materialisme yang merupakan dampak dari peradaban Barat justru
mengakibatkan kebiasaan buruk seperti, hidup boros dan
memperkuat kebiasaan lama yang tidak cocok lagi seperti
"alon-alon asal kelakon." Meskipun di dunia Barat sendiri
tidak ada kebiasaan demikian yang ditimbulkan oleh
materialisme.

Modernitas tidak a priori menghendaki hapusnya tradisi. Bahkan
tradisi yang masih bermanfaat untuk masa kini justru lebih
ditingkatkan penggunaannya seperti umpamanya gotong-royong.
Akan tetapi modernitas tidak menghendaki tradisionalisme,
yaitu sikap yang mempertahankan dengan gigih segala tradisi
masa lampau, tanpa menilai apakah tradisi itu masih berguna di
masa kini atau memerlukan perubahan agar tetap berguna.
Modernitas menghendaki dinamika, oleh karena itu merupakan
hakikat alam semesta. Sedangkan tradisi yang mempunyai nilai
berlanjut menjadi identitas bangsa yang menjadi sumber
kekuatan untuk kehidupan dinamis itu.

Modernitas Pancasila tidak dapat membebaskan diri dari
pengaruh dan dampak peradaban Barat yang agresif. Memang ada
unsur-unsur peradaban Barat yang bermanfaat bagi modernitas
Pancasila. Akan tetapi modernitas Pancasila bermaksud untuk
menggerakkan Renaissanse atau kelahiran kembali Indonesia
sebagai pembuka pintu peradaban Indonesia sendiri.

TANTANGAN MODERNITAS TERHADAP IMAN

Adakah tantangan modernitas, dan khususnya modernitas
Pancasila, terhadap iman? Apakah kepercayaan dan keyakinan
kita kepada Tuhan Yang Maha Esa akan terganggu oleh
modernitas? Dan karena iman merupakan bagian dari kehidupan
kita beragama, apakah modernitas menimbulkan kesukaran dan
pertentangan dengan kehidupan beragama kita? Kalau modernitas
Pancasila berjalan dengan baik, yaitu sesuai dengan apa yang
diisyaratkan Pancasila dan seperti yang telah digambarkan
secara singkat dalam uraian sebelum ini, dan di pihak lain
pelaksanaan iman serta kehidupan beragama pada umumnya
dilakukan dengan baik, maka tidak ada pertentangan antara
modernitas dan iman dengan kehidupan beragama pada umumnya.
Bahkan iman merupakan sumber motivasi yang kuat sekali untuk
menjalankan modernitas Pancasila. Namun kalau di pihak
modernitas maupun di pihak iman terjadi pelaksanaan yang
kurang baik, maka akan terjadi kesukaran dan bahkan terjadi
pertentangan antara yang satu dengan yang lain.

Kalau kehidupan beragama diliputi tradisionalisme yang kuat,
sehingga pelaku agama tidak dimungkinkan dan bahkan tidak
diperbolehkan berpikir, maka akan terjadi pertentangan antara
modernitas dan kehidupan beragama. Hal itu telah terjadi juga
di Eropa Barat pada abad ke-15 dan abad ke-16, ketika gereja
Katholik menganggap sebagai sikap dan tindakan murtad apabila
ada orang melakukan pemikiran tentang gejala alam. Orang
diharuskan menerima saja apa yang telah dikemukakan oleh para
pemuka agama. Dan barang siapa yang melanggarnya dikenakan
hukuman, bahkan ada yang dihukum mati dalam api. Cukup banyak
orang-orang yang ingin lebih mendalami ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa dan yang masih kokoh mengakui keesaan dan kekuasaan
Tuhan, harus naik tempat hukuman untuk dibakar karena mereka
berpendirian kokoh sebagai hamba Tuhan Yang Maha Kuasa mereka
tidak melanggar dan tidak menentang kehendak-Nya.

Kita semua mengetahui bahwa Islam adalah agama yang rasional
dan mendorong untuk berpikir rasional. Itu sebabnya peradaban
Islam di masa lampau melahirkan ilmu pengetahuan matematika
dan fisika yang kemudian juga diambil oleh dunia Barat. Namun
sekalipun demikian juga kita tidak dapat menghindari kenyataan
bahwa di banyak lingkungan telah terjadi kehidupan peradaban
Islam yang diliputi oleh tradisionalisme yang kuat. Mungkin
karena itu pula belum ada bangsa yang menganut agama Islam
yang berhasil menciptakan peradaban yang dapat mengimbangi
paradaban Barat, sejak peradaban Islam di masa lampau surut.
Jadi tantangan pertama adalah tradisionalisme dalam
pelaksanaan ajaran agama.

Sikap fanatik adalah hasil atau akibat dari pandangan yang
sempit dan picik. Agama Islam menganjurkan para penganutnya
untuk tidak berpikiran sempit dan picik, malahan mengajarkan
untuk berpandangan luas. Jadi Islam tidak membenarkan sikap
fanatik. Namun dalam kenyataan kita tidak dapat menutup mata
terhadap berbagai sikap kefanatikan dalam lingkungan penganut
Islam. Mereka tidak dapat membedakan antara ketaatan dan
fanatisme, oleh karena mereka berpandangan sempit. Sikap
fanatik itu juga mengganggu modernitas, oleh karena akan
membatasi daya gerak bangsa. Memang modernitas Pancasila
memerlukan sikap hidup penuh disiplin, tapi tidak sama dengan
sikap fanatik. Sebenarnya para penganut Islam yang taat dapat
memperkuat sikap disiplin bangsa, kalau disadari apa arti taat
dan disiplin. Akan tetapi orang Islam yang fanatik akan
menimbulkan banyak hambatan dan kesukaran dalam perkembangan
bangsa, seperti juga telah kita alami dalam sejarah bangsa.
Maka tantangan kedua dalah pandangan hidup sempit yang
berakibat pada sikap yang fanatik.

Agama Islam mengajarkan kepada manusia untuk hidup dengan baik
di dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan yang baik pula
di akhirat. Islam tidak pernah mengatakan bahwa kehidupan
manusia harus dipusatkan untuk mempersiapkan diri bagi
kehidupan di akhirat saja. Namun dalam kenyataan kita melihat
bahwa keimanan dan kehidupan beragama kurang ditujukan kepada
kehidupan di dunia. Akibatnya adalah bahwa kurang ada dinamika
untuk memperoleh kemajuan dalam kehidupan. Tidak ada niat yang
kuat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern, kurang pula usaha untuk menciptakan kehidupan ekonomi
yang kuat. Jadinya banyak umat Islam hidup dalam
keterbelakangan dan kemiskinan kemudian dalam kehidupan
sehari-hari juga kurang ada perhatian kepada kebersihan dan
pemeliharaan lingkungan. Seakan-akan sudah kurang perduli
kepada kehidupan di dunia ini. Tidak mengherankan bahwa
kehidupan yang demikian menghasilkan berbagai penyakit dan
kematian dalam usia muda. Manusia tidak mensyukuri kemurahan
Tuhan Yang Maha Kuasa berupa kehidupan dan alam lingkungan.
Sikap demikian tidak mendukung modernitas Pancasila. Sedangkan
sebenarnya ajaran-ajaran Islam dapat dipergunakan untuk
membentuk masyarakat yang mengejar ilmu pengetahuan dan
teknologi, rajin bekerja untuk membuat kehidupan dengan hasil
yang memadai, menciptakan keindahan dan kemajuan di dunia.
Seperti yang telah dibuktikan oleh peradaban Islam di masa
lampau. Itulah tantangan ketiga untuk kehidupan beragama.

Ajaran Islam tentang sikap pasrah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
dan tentang takdir Ilahi adalah ajaran positif. Bukan ajaran
yang menghendaki manusia menjadi fatalistis. Namun dalam
kenyataan kita dapatkan cukup banyak sikap fatalistis di
lingkungan umat Islam dewasa ini. Manusia menganggap tidak ada
gunanya mengembangkan prakarsa dan inisiatif, oleh karena
berpendapat semua toh sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kehidupan menjadi pasif tanpa dinamika yang memungkinkan
kemajuan. Sikap demikian merugikan modernitas Pancasila. Sebab
justru dalam modernitas Pancasila diperlukan prakarsa lebih
banyak dari manusia Indonesia, sekalipun disadari bahwa segala
kesudahan dari prakarsa ada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Soal prakarsa ini erat hubungannya dengan faktor geografis
dimana bangsa Indonesia hidup berkembang. Ada orang mengatakan
bahwa karena kita lahir dan dibesarkan dalam lingkungan
geografis yang panas, dengan alam yang subur makmur, maka
manusia Indonesia seakan-akan ditakdirkan untuk menjadi malas
dan kurang minat untuk mencapai kemajuan. Sebab itu sudah
ditakdirkan untuk dikuasai dan didominasi oleh bangsa-bangsa
yang hidup di utara yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan
yang keras yang menuntut perjuangan lahir-bathin untuk tetap
hidup. Sudah jelas bahwa pandangan demikian tentang takdir
untuk bangsa Indonesia adalah tidak benar. Adalah sepenuhnya
di tangan bangsa dan manusia Indonesia, apakah ia mau menjadi
bangsa yang penuh prakarsa dan justru memanfaatkan kemurahan
Tuhan yang dilimpahkan kepada kita untuk memperoleh kehidupan
yang maju dan sejahtera, atau menjadi bangsa yang malas tanpa
banyak prakarsa karena berpikir bahwa hidup ini toh mudah
dengan akibat dikuasai dan dikalahkan oleh bangsa-bangsa lain
yang lebih giat dan malahan dapat memanfaatkan kemurahan Tuhan
yang sebenarnyaa dilimpahkan kepada bangsa Indonesia. Ini
adalah tantangan keempat dan sangat mendasar untuk kehidupan
iman kita.

Sebaliknya modernitas Pancasila juga dapat berkembang ke arah
yang kurang sesuai. Kalau modernitas yang berkembang kurang
memperhatikan asas Pancasila dan melahirkan rasionalisme yang
berlebihan, maka seperti di dunia Barat dapat terjadi atheisme
atau sekurang-kurangnya agnosticisme (kurang yakin adanya
Tuhan Yang Maha Esa). Atau timbul materialisme, yaitu
mendewa-dewakan benda, sehingga kurang ada perhatian kepada
keimanan. Ini juga berakibat kepada kurangnya perhatian kepada
kelestarian dan pemeliharaan lingkungan. Alam dianggap hanya
merupakan sumber untuk memperoleh benda yang diinginkan
manusia, tanpa ada pertimbangan harus dipelihara untuk dapat
menjalankan fungsi itu untuk jangka waktu yang lama. Kurang
perhatian kepada alam lingkungan itu hakikatnya adalah pula
kurangnya perhatian kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dapat pula
timbul individualisme yang mengagungkan individu di atas
segalanya. Tidak ada ingatan sama sekali bahwa Tuhan
menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam
kebersamaan dengan manusia lain. Ini selanjutnya dapat
menimbulkan sikap hidup yang tidak peduli terhadap kehidupan
manusia lain, asalkan kehidupannya sendiri atau golongannya
sudah baik. Ini mudah sekali mengakibatkan sikap eksploitasi
manusia oleh manusia (l'exploitation de l'homme par l'homme)
seperti yang terjadi pada masyarakat Barat pada abad ke 18 dan
19, dan juga menghasilkan imperialisme dan kolonialisme. Kalau
modernitas Indonesia sampai menyeleweng demikian dan dalam
kenyataan jauh sekali dari tuntutan Pancasila, maka terjadi
pula tantangan yang berat terhadap iman. Manusia yang
bergelimpangan dalam kekayaan benda dan harta lupa bahwa
segala hal itu hanya bersifat relatif dan lupa pula bahwa yang
mempunyai nilai mutlak hanya Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya
pula manusia yang dikungkung kemiskinan akibat kapitalisme
yang merajalela mudah lupa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
akan lebih mudah mengandalkan penggunaan kekuatan dan
kekerasan untuk mendobrak kapitalis yang berkuasa. Akibatnya
adalah bahwa masyarakat tidak akan maju karena terus-menerus
diliputi kekacauan dan pergulatan.

Untuk mencegah terjadinya hal-hal itu, maka penting sekali
bahwa kita harus terus beriman secara tepat dan menjalankan
kehidupan beragama menurut ajaran Islam yang sebenarnya.
Ketekunan dan kesungguh-sungguhan orang yang beriman akan
membawa manusia Indonesia menjadi orang yang komitmen yang
kuat kepada tujuan hidupnya. Prakarsa yang kuat akan timbul
untuk membentuk kemajuan dalam kehidupan. Atheisme,
individualisme, materialisme, dan sebangsanya akan dapat
dicegah sehingga modernitas Indonesia yang benar adalah
modernitas Pancasila. Iman yang kuat akan mengangkat manusia
Indonesia untuk dapat mengadakan reaksi dan prakarsa yang
tepat terhadap lingkungan geografi yang kaya, sehingga bangsa
Indonesia bagaikan anak orang kaya yang mandiri dan bukan anak
orang kaya yang manja. Hilanglah gambaran tentang, manusia
Indonesia yang malas, yang hidupnya jorok, yang tidak tahu
waktu, yang tidak dapat berdisiplin. Dan digantikan oleh citra
baru manusia Indonesia yang giat bekerja dengan memperhatikan
mutu pekerjaannya, yang selalu memperhatikan kebersihan dan
pemeliharaan lingkungan hidupnya, yang biasa mematuhi segala
ketentuan, yang pandai hidup bersama dengan orang lain, yang
hemat hidupnya dan menghargai waktu. Kalau perkembangan itu
dapat terjadi, maka besar kemungkinannya bahwa modernitas itu
dapat menghasilkan peradaban Indonesia dalam abad ke-21. Jelas
sekali bahwa peranan iman yang dilakukan dengan tepat amat
besar peranannya dalam tercapainya keadaan itu. Tergantung
kepada umat Islam Indonesia yang merupakan bagian terbesar
bangsa, dan terutama para pemimpinnya, apakah hal itu dapat
terwujud. Kalau itu terjadi, maka sekaligus Islam timbul
kembali sebagai agama yang mendukung terwujudnya kehidupan
bangsa yang maju, sejahtera dan damai.

--------------------------------------------
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

No comments: